Jenderal Abdel Fatah Younes, seorang mantan pejabat senior rezim Moamer Gaddafi yang membelot untuk memimpin pasukan pemberontak, tewas, kata Dewan Transisi Nasional Kamis di tengah keberhasilan baru pemberontak.

"Dengan segala kesedihan, saya memberitahu anda berkaitan dengan meninggalnya Abdel Fatah Younes, komandan tertinggi pasukan pemberontak kami," kata ketua NTC Mustafa Abdel Jalil saat ledakan baru menggetarkan pusat ibukota Tripoli.

"Orang yang melakukan pembunuhan ditangkap," kata Abdel Jalil tanpa memerinci.

Younes ditembak mati oleh sekelompok orang bersenjata ketika dia dalam perjalanan ke Benghazi setelah dia ditarik kembali dari garis depan untuk menjawab pertanyaan tentang situasi militer, kata Abdel Jalil.

Dia mengatakan, tiga hari berduka ditetapkan untuk menghormati Younes.

Rumor yang beredar di Benghazi sepanjang Kamis bahwa Younes, yang dikenal sebagai orang nomor dua rezim Gaddafi sebelum pembelotannya pada awal pemberontakan Libya, ditangkap dan dibunuh para pemberontak namun hal tersebut tidak dapat dipastikan oleh AFP.

"Saya meminta anda agar menahan diri untuk tidak memperhatikan rumor bahwa pasukan Gaddafi sedang mencoba untuk menyebar di dalam bawahan kami," kata Abdel Jalil kepada para wartawan sesudah pertemuan tertutup yang berlangsung lama dengan para anggota NTC.

Beberapa saat sesudah pengumuman tersebut, dua kendaraan yang mengangkut senjata antipesawat terbang dan paling tidak selusin orang bersenjata menembak ke udara di hotel Tibesti, tempat pengumuman dilakukan.

Seorang saksi mata mengatakan bahwa mereka kemudian berhasil masuk ke hotel membawa senjata mereka namun pasukan keamanan menenangkan mereka dan meyakinkan mereka agar pergi.

"Mereka mengatakan 'Kamu membunuhnya,'" menunjuk NTC, tambahnya.

Paling sedikit tiga ledakan keras menggetarkan pusat kota Tripoli Kamis malam, ketika televisi Libya melaporkan bahwa pesawat beterbangan di atas ibukota Libya itu, yang menjadi target serangan udara NATO.

Televisi Al-Jamahiriya melaporkan bahwa sejumlah "lokasi sipil" telah dibom oleh NATO Kamis.

Para pemberontak Libya merebut dua lokasi dekat perbatasan Tunisia sebelumnya hari itu sebagai bagian dari serangan praRamadhan yang dimaksudkan untuk mendongkel Gaddafi, kata seorang koresponden AFP.

Pertama adalah kota Al-Ghazaya, 12 kilometer dari garis depan dan kedua adalah Umm Al-Far, dusun kecil yang dihuni beberatus orang 10 kilometer ke arah timur laut.

Serangan terhadap al-Ghazaya mulai sekitar pukul 8:00 pagi (0600 GMT) dalam dua cabang serangan dari timur dan barat yang nampaknya telah mengusir kaum loyalis, karena kota itu telah ditinggalkan ketika mereka masuk.

Namun, amunisi ditemukan disimpan di sebuah sekolahan dan bangunan-bangunan umum lain di kota itu.

Para pemberontak kemudian bergerak maju ke Umm Al-Far dan membombardirnya, meledakkan sebuah gudang mesiu. Dusun kecil tersebut jatuh sekitar pukul 5:00 petang, dan para pemberontak, kebanyakan berjalan kaki, maju melintasi jalan-jalan untuk menyelamatkan mereka setengah jam kemudian.

Perebutan Al-Ghazaya, yang digunakan sebagai basis pasukan Gaddafi untuk menembakkan roket ke sasaran pasukan pemberontak di kota Nalut di dekatnya, menyusul pidato menantang oleh pemimpin Libya bahwa dia siap untuk "berkorban" guna memastikan kemenangan dalam perang saudara.

Serangan fajar dari seputar pegunungan merupakan bagian dari ofensif pemberontak yang dimaksudkan untuk menaklukkan Tripoli dan menggulingkan Gaddafi.

Serangan-serangan awal telah dimulai Rabu, sebuah sumber militer mengatakan kepada koresponden AFP di Zintan, di kawasan Nalut bagian barat Libya.

Sebelum pemberontak merebut kota itu, seorang koresponden AFP melihat lusinan kendaraan angkatan darat ditarik ke luar menghindari tembakan altileri pemberontak dari ketinggian Al-Ghazaya.

Pegunungan Nasufa telah menjadi tempat sejumlah pertempuran paling sengit antara pasukan yang setia dan pemberontak.

Kedua belah pihak telah bertarung namun menemui jalan buntu lima bulan sesudah pemberontakan rakyat yang dengan cepat berubah menjadi perang saudara.

Pemimpin Libya menguasai sebagian besar barat dan kubu Tripolinya, sementara oposisi menguasai timur dari kubu pertahanannya di Benghazi.

Gaddafi yang sangat marah mengatakan Rabu malam dia siap "berkorban" untuk mengalahkan para pemberontak sesudah mereka memperingatkan batas waktu baginya untuk lengser dan tinggal di Libya sudah lewat.

"Kami tidak takut. Kami akan mengalahkan mereka," kata Gadaffi dalam pesan suaranya, menunjuk pada sekutu NATO dan para pemberontak.

"Kami akan membayar dengan nyawa kami, wanita dan anak-anak kami. Kami siap mengorbankan (diri kami sendiri) untuk mengalahkan musuh," tambahnya dalam pesannya kepada kaum loyalis di kota Zaltan, juga dekat dengan perbatasan Tunisia.

Pesan Gaddafi muncul sesudah ketua NTC mengatakan di Benghazi bahwa sebuah tawaran yang mereka ajukan melalui PBB bahwa akan mengizinkan orang kuat itu tetap tinggal di Libya jika dia lengser sudah lewat.

Sementara, Inggris memberi dorongan besar kepada para pemberontak dengan mengundang mereka untuk mengambilalih kedubes Libya di London, yang dikecam rezim Gaddafi, sementara Washington mengatakan pihaknya sedang memeriksa sebuah permintaan oleh para pemberontak agar mengakui mereka.