Memberi ketika kita kekurangan
Jumat, 18 Mei 2012
Biografi Osama Bin Laden Profil Lengkap
Syeikh Usamah bin Ladin, sesosok manusia berumur 50 an yang di buru
Amerika, kepalanya di hargai oleh Amerika seharga 50 juta dolar
US.dilahirkan pada tanggal 28 Juni 1957 di kota Jeddah. Beliau adalah
pendiri Al Qaedah. Osama adalah anak ke-17 dari 52 bersaudara. Ayahnya
yang bernama Muhammad bin Ladin, adalah seorang petani miskin dari Yaman
yang kemudian bermigrasi ke Arab Saudi setelah Perang Dunia II. Di
tempat yang baru ini Muhammad bin Ladin memulai dengan usahanya yang
baru bergerak dalam bidang bisnis pembangunan.Pada akhirnya ia
memenangkan banyak kontrak bagi pembangunan masjid-masjid dan
istana-istana yang sangat bernilai dari pemerintah Arab Saudi. Oleh
karena itu ia telah mengembangkan tali persahabatan yang sangat akrab
dengan keluarga Kerajaan Saudi. Muhammad bin Ladin kemudian telah
menjadi salah seorang yang paling kaya di Arab Saudi, yang diperkirakan
memiliki keuntungan miliaran dolar Amerika Serikat. Dari keuntungannya
ini diperkirakan Muhammad bin Ladin memiliki saham sebesar hampir 300
miliar dolar Amerika.Ketika remaja, Osama bin Laden telah bergabung
dengan gerakan Konservatif-Baru (Ultrakonservatif), sebuah gerakan
politik dalam agama Islam yang sebagian mengadopsi sebagiannya pemahaman
salaf (paham pemurnian agama para ulama saudi) tetapi kurang mendapat
dukungan dari para ulama, dan ia pernah masuk kedalam dinas kepolisian
yang menegakkan hukum-hukum syariah. Osamah kuliah di Universitas King
Abdul Aziz di Jeddah, di mana ia berguru pada Sheikh Abdullah Azzam yang
kemudian diketahui sebagai tokoh utama yang memainkan peran
memobilisasi dukungan bangsa Arab bagi kaum Mujahidin yang berperang
melawan pendudukan Uni Soviet atas Afghanistan. Osamah bin Ladin lulus
pada tahun 1979 sebagai sarjana di bidang Ekonomi dan Manajemen.Osama
bin Laden mulai membangun jaringan komunikasinya pada tahun 1979 ketika
ia berangkat ke Afganistan bergabung dalam milisi perang kaum pejuang
Afgan yang dikenal sebagai kaum mujahidin yang tetap bertahan dan
bertempur melawan Soviet. Usamah menggalang dana melalui jalur-jalur
kekayaan dan relasi-relasi koneksi keluarganya bagi gerakan pertahanan
Afgan, dan membantu kaum Mujahidin dengan bantuan logistik dan bantuan
kemanusiaan. Osamah juga terlibat mengambil bagian dalam beberapa
pertempuran selama perang Afganistan. Ketika peperangan melawan Soviet
hampir berakhir, Usamah mendirikan gerakan Al Qaeda, sebuah organisasi
para mantan pejuang Mujahidin dan para pendukung lainnya yang membantu
menyalurkan baik dana maupun para pejuang bagi gerakan pertahanan Afgan.
Ketika tentara-tentara Soviet menarik mundur keluar dari Afganistan,
Osama bin Laden pulang kembali ke Arab Saudi dan bergabung bekerja pada
perusahaan konstruksi dan bangunan milik keluarga, Group Perusahaan Bin
Ladin. Di sini ia kemudian terlibat bersama kelompok orang-orang Saudi
yang berseberangan dan melawan pemerintahan kerajaan Saudi, yakni
terhadap Keluarga Raja Fahd. Pada tahun 1995, ia membangun infrasruktur
di Sudan ketika hubungannya dengan Presiden Umar Al Basyir dan Dr Hasan
Turabi yang memerintah Sudan.Pada tahun 1994, Pemerintah Saudi mencabut
hak kewarganegaraan Osama dan membekukan seluruh asset dan kekayaannya
di seluruh negeri. Osama bin Laden diyakini berbagai pihak sebagai tokoh
pusat dan kunci dari suatu koalisi internasional dari kaum radikal
Islam.Sejak tahun 1992, Pemerintah Amerika Serikat memberi kesan bahwa
Osama bin Laden dan anggota-anggota lainnya dari gerakan Al Qaeda
menjadi target sasaran militer Amerika yang bertugas di Arab Saudi, dan
di Yaman, dan satuan militer yang ditugaskan di Tanduk Afrika, termasuk
di Somalia. Pada tahun 1996 Osama bin Laden dikenai hukuman atas tuduhan
melatih orang-orang yang terlibat dalam penyerangan pembunuhan tentara
pekerja sosial. Penegak hukum Amerika Serikat juga menuduh bahwa Usamah
bin Ladin memiliki jaringan dengan serangan-serangan yang gagal ke atas
dua hotel di Yaman di mana para tentara Amerika Serikat bermalam dalam
perjalanan mereka ke Somalia.Presiden George W. Bush telah menyatakan
bahwa Osama adalah tertuduh utama dalam serangan teroris di kota New
York dan Washington pada tanggal 11 September 2001, sama persis bahwa
Usamah adalah tertuduh pelaku utama dalam pengeboman gedung World Trade
Center pada tahun 1993, dan serangan teroris yang lain terhadap
Kedutaan-Kedutaan Besar Amerika Serikat, kapal-kapal perang, dan
aset-aset Amerika Serikat lainnya.Banyak pengamat Islam Internasional
mengatakan bahwa perlawanan Osama bin Laden dan Al Qaeda-nya akan tetap
berlanjut selama dunia barat khususnya Amerika Serikat tidak mengubah
kebijakan yang dianggap tidak adil terhadap negara-negara dunia Islam.
Kasus Palestina dan keberpihakannya terhadap Israel diantaranya, serta
serangan dan pendudukan terhadap Irak membuat masalah yang dikatakan
dunia Barat sebagai terorisme tidak akan selesai.
Kamis, 12 April 2012
Menakar Jumlah Korban Westerling
Siapa yang tak kenal Raymond Westerling? Kapten tentara kerajaan Belanda KNIL kelahiran Turki itu pernah menjadi jagal berseragam militer Belanda yang paling ditakuti di Sulsel tahun 1946 dengan 40,000 korban jiwa dan sempat2nya melancarkan pemberontakan APRA di Bandung tahun 1950.
Di setiap tempatnya bertugas sebagai kepala pasukan anti-teror/detasemen pasukan khusus atau disebut DST (Special Forces Depot) atau Korps Speciale Troepen – KST (Korps Pasukan Khusus), ia selalu menerapkan metode pembersihan yang cenderung membabi-buta, mencontoh kisah sukses Gestapo, polisii rahasia NAZI yang dibesut Hitler di era Perang Dunia II. Meski kejam, tapi pemerintah colonial Belanda kala itu menghargai ‘upaya’ sang Jagal berjuluk “The Turk” itu sebagai metoda efektif untuk meredam perlawanan gerilyawan Indonesia kala itu.
Namun, betulkah kabar yang tertulis di buku-buku sejarah bahwa dial ah yang paling bertanggung jawab menghilangkan nyawa sejumlah 40,000 jiwa di Sulawesi Selatan tanggal 11 December 2011?
Mitos angka korban 40ribu Jiwa?
Konon sejarah juga punya sisi hiperbolik, demi untuk menarik simpati generasi setelahnya, ia digambarkan dengan berlebihan.
Masih ingat film Pengkhianatan G 30 S/PKI yang saban tahun disiarkan pemerintah OrdeBaru setiap tanggal 30 September? Di film itu betapa kekejaman PKI termasuk underbownya Gerwani digambarkan secara dramatis, sampai dikatakan menyilet dan memotong kemaluan para jendral. Kesaksian beberapa dokter forensik rupanya tidak mengkonfirmasi adanya penyiksaan fisik yang terjadi saat itu. Jadi ada beberapa versi adegan film garapan Arifin C Noer yang dibuat tahun 1984 itu berbeda dengan kenyataan sebenarnya. Tapi demi kepentingan propaganda penguasa Orde Baru, adegan-adegan horror itu diciptakan seolah-olah adalah benar adanya dan menggugah emosi bagi para penontonnya.
Demikian juga dengan data jumlah korban pembantaian Westerling dan pasukan KST-nya yang menyebutkan 40,000 jiwa melayang dibantai sang jagal. Meski persitiwa ini setiap tahun diperingati oleh pemerintah Sulawesi Selatan sebagai hari Korban 40ribu Jiwa, dibuatkan monumen khusus lengkap dengan nama Jalan Korban 40ribu Jiwa di utara Makassar, namun beberapa sejarahwan, baik asing maupun sejarahwan Indonesia sangat meragukan jumlah yang terkesan hiperbolik tersebut.
Berbeda dengan versi buku sejarah Indonesia yang menyebut jumlah korban pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan tahun 1946-1947 sekitar 40,000 jiwa, pemerintah Belanda sendiri menengarai jumlah korban ‘hanya’ sejumlah antara 3000-5000 jiwa. Westerling sendiri dalam memoir nya di dua buku, otobiografi berjudul Memoires yang terbit tahun 1952, dan De Eenling yang terbit tahun 1982, hanya menyebutkan jumlah korban sekitar 400-600 jiwa. Menurut Petrik Matanasi, sejarahwan yang menetap di Yogyakarta, korban Westerling dalam peristiwa Pembantaian di Sulsel hanya berkisar pada ribuan dan tidak sampai puluhan ribu.
Darimana angka 40ribu itu?
Angka 40ribu jiwa sejatinya memiliki keganjilan. Prosesi pembantaian Westerling yang dimulai pada subuh hari tanggal 11 Desember 1946 di desa Batua Makassar, dari 3000 jiwa yang dikumpulkan di lapangan terbuka, ada 44 lelaki yang dianggap “teroris” kemudian dieksekusi di tempat, termasuk 9 pemuda yang mencoba melarikan diri. Dua hari kemudian, 12-13 desember 1946 korban Westerling bertambah 81 orang, dengan menembaki membakar hangus desa-desa di Tanjung Bunga dan sekitarnya. Tanggal 14-15 desember 1946, ada 23 orang dibunuh oleh tentara Westerling, kemudian tanggal 16-17 desember 1946 ada 33 penduduk Sulsel yang dianggap gerilyawan dibunuh . Yang paling parah adalah periode dari tanggal 26 Desember 1946 hingga 3 Januari 1947, ada 257 orang yang dibunuh pasukan DST pimpinan Westerling di daerah Gowa.
Aksi Westerling baru berakhir di 16-17 Februari 1947 di Mandar dengan korban 364 jiwa, dan benar-benar berhenti tanggal 21 Februari 1947 dimana Belanda kemudian menarik penuh pasukan DST dari Sulawesi Selatan, lebih dikarenakan bnerita kebrutalan pasukan ini sudah menyebar luas ke luar negeri. Kalau dihitung rata-rata korban perhari yang dibunuh Westerling, tarohlah sekitar 40-100 orang perhari, maka dari tanggal 11-Desember 1946 hingga 17 Februari 1947 yang memiliki rentang 68 hari sekira tanpa jeda, Westerling telah membunuh rakyat Sulawesi Selatan sekitar 2700 – 6800 jiwa. Angka ini jauh dari anggapan yang diyakini masyarakat saat ini dan kemudian dicetak resmi dalam buku-buku sejarah: 40,000 jiwa!
Seharusnya memang para penulis sejarah berhati-hati merilis angka korban, dan berusaha bijak dalam memaparkannya. Angka 40ribu jiwa memang akan mengoyak sisi emosionalitas dan menjadi perekat masyarakat Indonesia di masa-masa awal perjuangan, tapi apakah angka itu juga ampuh menarik simpati generasi muda yang lahir puluhan tahun kemudian? Alih-alih menimbulkan simpati pada generasi muda, mereka yang kritis dan tak begitu punya keterkaitan emosional pasti akan semakin menganggap bahwa kejadian itu hanya mitos yang tak punya dasar sejarah yang jelas.
Belum lagi rasa harga diri yang mempertanyakan, “Kemana para pejuang Indonesia yang katanya gagah berani bersenjatakan bambu runcing, saat penduduk sipil dibantai secara membabi buta selama 68 hari dari Makassar hingga Mandar? Apakah mereka tiba-tiba menjadi lemah ketakutan mendengar nama Westerling sang Jagal dari Turki? Bukankah kita mengenal nama-nama Wolter Monginsidi, Emmy Saelan yang kelak dipahlawankan? Tak mampu kah mereka menahan laju pembunuhan yang dilakukan Westerling dan DST dari subuh hingga siang hari tanpa jeda?
Meski demikian, berapapun angka tepatnya korban yang jatuh di masa keberingasan Westerling tahun 1946-1947 di Sulawesi- Selatan, tetap bahwa peristiwa itu merupakan lembaran kelam sejarah penjajahan Belanda di Indonesia. Kekacauan pemerintahan dan dibiarkannya hukum rimba berlaku saat itu mengakibatkan seorang jagal bernama Westerling leluasa membunuh penduduk sipil tanpa didahului proses pengadilan yang benar. Rakyat Indonesia, khususnya keluarga korban pembantaian Westerling berhak untuk mendapatkan keadilan dari pemetintah Belanda, yang hingga saat ini sepertinya menganggap bahwa kekejaman Westerling dapat dimaklumi karena dalam keadaan darurat perang. Karenanya, pengadilan Belanda di tahun 1954 menyatakan Westerling tidak menanggung kesalahan apapun atas perbuatannya semasa perang.
Westerling sendiri di masa akhir hidupnya bekerja sebagai penjaga pantai di Amsterdam, setelah sempat meniti karir sebagai penyanyi tenor namun gagal tahun 1958 di Breda namun gagal. Westerling, sang jagal yang dikenal tak punya rasa takut itu akhirnya mati terbunuh oleh jantungnya sendiri di tahun 1987, dalam usia 68-tahun. Sepanjang hidupnya, ia tidak pernah mau mengakui kejahatan perang yang dilakukannya, ia berkilah bahwa metode pembersihan itu wajar dalam masa revolusi, dengan melakukan terror untuk menghentikan terror dianggapnya efektif meredam perlawanan rakyat. Hal yang sama mungkin di-amini oleh pembesar-pembesar militer NICA/KNIL kala itu, tapi bagaimana dengan nasib korban penduduk sipil yang tak bersalah?
Mari kita saksikan roda sejarah, kemana akan memihak. Akankah keluarga korban pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan tahun 1946, juga di Medan dan Bandung tahun 1950 (Pemberontakan APRA) akan menerima imbal kerugian akibat aksi brutal Westerling sebagaimana yang sudah diterima oleh masyarakat Rawa Gede yang jadi korban tahun 1947?
Jenderal Komandan Pemberontak Libya Tewas di Tengah Keberhasilan
Jenderal Abdel Fatah Younes, seorang mantan pejabat senior rezim Moamer Gaddafi yang membelot untuk memimpin pasukan pemberontak, tewas, kata Dewan Transisi Nasional Kamis di tengah keberhasilan baru pemberontak.
"Dengan segala kesedihan, saya memberitahu anda berkaitan dengan meninggalnya Abdel Fatah Younes, komandan tertinggi pasukan pemberontak kami," kata ketua NTC Mustafa Abdel Jalil saat ledakan baru menggetarkan pusat ibukota Tripoli.
"Orang yang melakukan pembunuhan ditangkap," kata Abdel Jalil tanpa memerinci.
Younes ditembak mati oleh sekelompok orang bersenjata ketika dia dalam perjalanan ke Benghazi setelah dia ditarik kembali dari garis depan untuk menjawab pertanyaan tentang situasi militer, kata Abdel Jalil.
Dia mengatakan, tiga hari berduka ditetapkan untuk menghormati Younes.
Rumor yang beredar di Benghazi sepanjang Kamis bahwa Younes, yang dikenal sebagai orang nomor dua rezim Gaddafi sebelum pembelotannya pada awal pemberontakan Libya, ditangkap dan dibunuh para pemberontak namun hal tersebut tidak dapat dipastikan oleh AFP.
"Saya meminta anda agar menahan diri untuk tidak memperhatikan rumor bahwa pasukan Gaddafi sedang mencoba untuk menyebar di dalam bawahan kami," kata Abdel Jalil kepada para wartawan sesudah pertemuan tertutup yang berlangsung lama dengan para anggota NTC.
Beberapa saat sesudah pengumuman tersebut, dua kendaraan yang mengangkut senjata antipesawat terbang dan paling tidak selusin orang bersenjata menembak ke udara di hotel Tibesti, tempat pengumuman dilakukan.
Seorang saksi mata mengatakan bahwa mereka kemudian berhasil masuk ke hotel membawa senjata mereka namun pasukan keamanan menenangkan mereka dan meyakinkan mereka agar pergi.
"Mereka mengatakan 'Kamu membunuhnya,'" menunjuk NTC, tambahnya.
Paling sedikit tiga ledakan keras menggetarkan pusat kota Tripoli Kamis malam, ketika televisi Libya melaporkan bahwa pesawat beterbangan di atas ibukota Libya itu, yang menjadi target serangan udara NATO.
Televisi Al-Jamahiriya melaporkan bahwa sejumlah "lokasi sipil" telah dibom oleh NATO Kamis.
Para pemberontak Libya merebut dua lokasi dekat perbatasan Tunisia sebelumnya hari itu sebagai bagian dari serangan praRamadhan yang dimaksudkan untuk mendongkel Gaddafi, kata seorang koresponden AFP.
Pertama adalah kota Al-Ghazaya, 12 kilometer dari garis depan dan kedua adalah Umm Al-Far, dusun kecil yang dihuni beberatus orang 10 kilometer ke arah timur laut.
Serangan terhadap al-Ghazaya mulai sekitar pukul 8:00 pagi (0600 GMT) dalam dua cabang serangan dari timur dan barat yang nampaknya telah mengusir kaum loyalis, karena kota itu telah ditinggalkan ketika mereka masuk.
Namun, amunisi ditemukan disimpan di sebuah sekolahan dan bangunan-bangunan umum lain di kota itu.
Para pemberontak kemudian bergerak maju ke Umm Al-Far dan membombardirnya, meledakkan sebuah gudang mesiu. Dusun kecil tersebut jatuh sekitar pukul 5:00 petang, dan para pemberontak, kebanyakan berjalan kaki, maju melintasi jalan-jalan untuk menyelamatkan mereka setengah jam kemudian.
Perebutan Al-Ghazaya, yang digunakan sebagai basis pasukan Gaddafi untuk menembakkan roket ke sasaran pasukan pemberontak di kota Nalut di dekatnya, menyusul pidato menantang oleh pemimpin Libya bahwa dia siap untuk "berkorban" guna memastikan kemenangan dalam perang saudara.
Serangan fajar dari seputar pegunungan merupakan bagian dari ofensif pemberontak yang dimaksudkan untuk menaklukkan Tripoli dan menggulingkan Gaddafi.
Serangan-serangan awal telah dimulai Rabu, sebuah sumber militer mengatakan kepada koresponden AFP di Zintan, di kawasan Nalut bagian barat Libya.
Sebelum pemberontak merebut kota itu, seorang koresponden AFP melihat lusinan kendaraan angkatan darat ditarik ke luar menghindari tembakan altileri pemberontak dari ketinggian Al-Ghazaya.
Pegunungan Nasufa telah menjadi tempat sejumlah pertempuran paling sengit antara pasukan yang setia dan pemberontak.
Kedua belah pihak telah bertarung namun menemui jalan buntu lima bulan sesudah pemberontakan rakyat yang dengan cepat berubah menjadi perang saudara.
Pemimpin Libya menguasai sebagian besar barat dan kubu Tripolinya, sementara oposisi menguasai timur dari kubu pertahanannya di Benghazi.
Gaddafi yang sangat marah mengatakan Rabu malam dia siap "berkorban" untuk mengalahkan para pemberontak sesudah mereka memperingatkan batas waktu baginya untuk lengser dan tinggal di Libya sudah lewat.
"Kami tidak takut. Kami akan mengalahkan mereka," kata Gadaffi dalam pesan suaranya, menunjuk pada sekutu NATO dan para pemberontak.
"Kami akan membayar dengan nyawa kami, wanita dan anak-anak kami. Kami siap mengorbankan (diri kami sendiri) untuk mengalahkan musuh," tambahnya dalam pesannya kepada kaum loyalis di kota Zaltan, juga dekat dengan perbatasan Tunisia.
Pesan Gaddafi muncul sesudah ketua NTC mengatakan di Benghazi bahwa sebuah tawaran yang mereka ajukan melalui PBB bahwa akan mengizinkan orang kuat itu tetap tinggal di Libya jika dia lengser sudah lewat.
Sementara, Inggris memberi dorongan besar kepada para pemberontak dengan mengundang mereka untuk mengambilalih kedubes Libya di London, yang dikecam rezim Gaddafi, sementara Washington mengatakan pihaknya sedang memeriksa sebuah permintaan oleh para pemberontak agar mengakui mereka.
“Panyapuang di Galung Lombok” dan Westerling (5)
Berikutnya mencari “kaum ekstremis, perampok, penjahat dan pembunuh”. Westerling sendiri yang memimpin aksi ini dan berbicara kepada rakyat, yang diterjemahkan ke bahasa Bugis. Dia memiliki daftar nama “pemberontak” yang telah disusun oleh Vermeulen. Kepala adat dan kepala desa harus membantunya mengidentifikasi nama-nama tersebut.
Hasilnya 35 orang yang dituduh langsung dieksekusi di tempat. Metode Westerling ini dikenal dengan nama “Standrecht” – pengadilan (dan eksekusi) di tempat. Dalam laporannya Westerling menyebutkan bahwa yang telah dihukum adalah 11 ekstremis, 23 perampok dan seorang pembunuh.
Fase ketiga adalah ancaman kepada rakyat untuk tindakan di masa depan, penggantian Kepala desa serta pembentukan polisi desa yang harus melindungi desa dari anasir-anasir “pemberontak, teroris dan perampok”. Setelah itu rakyat disuruh pulang ke desa masing-masing. Operasi yang berlangsung dari pukul 4 hingga pukul 12.30 telah mengakibatkan tewasnya 44 rakyat desa.
Demikianlah “sweeping ala Westerling”. Dengan pola yang sama, operasi pembantaian rakyat di Sulawesi Selatan berjalan terus. Westerling juga memimpin sendiri operasi di desa Tanjung Bunga pada malam tanggal 12 menjelang 13 Desember 1946. 61 orang ditembak mati. Selain itu beberapa kampung kecil di sekitar desa Tanjung Bunga dibakar, sehingga korban tewas seluruhnya mencapai 81 orang.
Berikutnya pada malam tanggal 14 menjelang 15 Desember, tiba giliran Kalukuang yang terletak di pinggiran kota Makassar, 23 orang rakyat ditembak mati. Menurut laporan intelijen mereka, Wolter Monginsidi dan Ali Malakka yang diburu oleh tentara Belanda berada di wilayah ini, namun mereka tidak dapat ditemukan. Pada malam tanggal 16 menjelang tanggal 17 Desember, desa Jongaya yang terletak di sebelah tenggara Makassar menjadi sasaran. Di sini 33 orang dieksekusi.
Setelah daerah sekitar Makassar dibersihkan, aksi tahap kedua dimulai tanggal 19 Desember 1946. Sasarannya adalah Polobangkeng yang terletak di selatan Makassar di mana menurut laporan intelijen Belanda, terdapat sekitar 150 orang pasukan TNI serta sekitar 100 orang anggota laskar bersenjata. Dalam penyerangan ini, Pasukan DST menyerbu bersama 11 peleton tentara KNIL dari Pasukan Infanteri XVII.
Penyerbuan dipimpin oleh Letkol KNIL Veenendaal. Satu pasukan DST di bawah pimpinan Vermeulen menyerbu desa Renaja dan Komara. Pasukan lain mengurung Polobangkeng. Selanjutnya pola yang sama seperti pada gelombang pertama diterapkan oleh Westerling. Dalam operasi ini 330 orang rakyat tewas dibunuh.
Aksi tahap ketiga mulai dilancarkan pada 26 Desember 1946 terhadap Gowa dan dilakukan dalam tiga gelombang, yaitu tanggal 26 dan 29 Desember serta 3 Januari 1947. Di sini juga dilakukan kerjasama antara Pasukan Khusus DST dengan pasukan KNIL. Korban tewas di kalangan penduduk berjumlah 257 orang.
Untuk lebih memberikan keleluasaan bagi Westerling, pada 6 Januari 1947 Jenderal Simon Spoor memberlakukan noodtoestand (keadaan darurat) untuk wilayah Sulawesi Selatan. Pembantaian rakyat dengan pola seperti yang telah dipraktekkan oleh pasukan khusus berjalan terus dan di banyak tempat, Westerling tidak hanya memimpin operasi, melainkan ikut menembak mati rakyat yang dituduh sebagai teroris, perampok atau pembunuh.
Pertengahan Januari 1947 sasarannya adalah pasar di Parepare dan dilanjutkan di Madello, Abbokongeng, Padakkalawa, satu desa tak dikenal, Enrekang, Talabangi, Soppeng, Barru, Malimpung, dan Suppa.
Setelah itu, masih ada beberapa desa dan wilayah yang menjadi sasaran Pasukan Khusus DST tersebut, yaitu pada tanggal 7 dan 14 Februari di pesisir Tanete, pada tanggal 16 dan 17 Februari di desa Taraweang dan Bornong-Bornong. Kemudian juga di Mandar, di mana 364 orang penduduk tewas dibunuh. Pembantaian para “ekstremis” bereskalasi di Kulo, Amparita dan Maroangin di mana 171 penduduk dibunuh tanpa sedikit pun dikemukakan bukti kesalahan mereka atau alasan pembunuhan.
Selain itu, di aksi-aksi terakhir, tidak seluruhnya “teroris, perampok dan pembunuh” yang dibantai berdasarkan daftar yang mereka peroleh dari dinas intel, melainkan secara sembarangan orang-orang yang sebelumnya ada di tahanan atau penjara karena berbagai sebab, dibawa ke luar dan dikumpulkan bersama terdakwa lain untuk kemudian dibunuh.
H.C. Kavelaar, seorang wajib militer KNIL, adalah saksi mata pembantaian di alun-alun di Tanette, di mana sekitar 10 atau 15 penduduk dibunuh. Dia menyaksikan, bagaimana Westerling sendiri menembak mati beberapa orang dengan pistolnya, sedangkan lainnya diberondong oleh peleton DST dengan sten gun.
Di semua tempat, pengumpulan data mengenai orang-orang yang mendukung Republik, intel Belanda selalu dibantu oleh pribumi yang rela demi uang dan kedudukan. Pada aksi di Gowa, Belanda dibantu oleh seorang kepala desa, Hamzah, yang tetap setia kepada Belanda. Setelah “membersihkan” wilayah-wilayah di atas, Pasukan Westerling menuju Mandar.
Jenderal Spoor menilai bahwa keadaan darurat di Sulawesi Selatan telah dapat diatasi, maka dia menyatakan mulai 21 Februari 1947 diberlakukan kembali Voorschrift voor de uitoefening van de Politiek-Politionele Taak van het Leger – VPTL (Pedoman Pelaksanaan bagi Tentara untuk Tugas di bidang Politik dan Polisional), dan Pasukan DST ditarik kembali ke Jawa.
Dengan keberhasilan menumpas para ekstrimis, di kalangan Belanda baik militer mau pun sipil reputasi Pasukan Khusus DST dan komandannya, Westerling melambung tinggi. Media massa Belanda memberitakan secara superlatif. Ketika pasukan DST tiba kembali ke Markas DST pada 23 Maret 1947, mingguan militer Het Militair Weekblad menyanjung dengan berita: “Pasukan si Turki kembali.” Berita pers Belanda sendiri yang kritis mengenai pembantaian di Sulawesi Selatan baru muncul untuk pertama kali pada bulan Juli 1947.
Kamp DST kemudian dipindahkan ke Kalibata, dan setelah itu, karena dianggap sudah terlalu sempit, selanjutnya dipindahkan ke Batujajar dekat Cimahi. Pada bulan Oktober 1947 dilakukan reorganisasi di tubuh DST dan komposisi Pasukan Khusus tersebut kemudian terdiri dari 2 perwira dari KNIL, 3 perwira dari KL (Koninklijke Leger), 24 bintara KNIL, 13 bintara KL, 245 serdadu KNIL dan 59 serdadu KL. Pada tanggal 5 Januari 1948, nama DST dirubah menjadi Korps Speciale Troepen – KST (Korps Pasukan Khusus) dan kemudian juga memiliki unit parasutis. Westerling memegang komando pasukan yang lebih besar dan lebih hebat dan pangkatnya menjadi Kapten.
Setelah Persetujuan Renville, anggota pasukan KST ditugaskan juga untuk melakukan patroli dan pembersihan, antara lain di Jawa Barat. Namun sama seperti di Sulawesi Selatan, banyak anak buah Westerling melakukan pembunuhan sewenang-wenang terhadap penduduk di Jawa Barat. Perbuatan ini telah menimbulkan protes di kalangan tentara KL (Koninklijke Leger) dari Belanda, yang semuanya terdiri dari pemuda wajib militer dan sukarelawan Belanda.
Pada 17 April 1948, Mayor KL R.F. Schill, komandan pasukan 1-11 RI di Tasikmalaya, membuat laporan kepada atasannya, Kolonel KL M.H.P.J. Paulissen di mana Schill mengadukan ulah pasukan elit KST (Korps Speciaale Troepen) yang dilakukan pada 13 dan 16 April 1948. Di dua tempat di Tasikmalaya dan Ciamis, pasukan KST telah membantai 10 orang penduduk tanpa alasan yang jelas, dan kemudian mayat mereka dibiarkan tergeletak di tengah jalan.
Pengaduan ini mengakibatkan dilakukannya penyelidikan terhadap pasukan khusus pimpinan Westerling. Setelah dilakukan penyelidikan, ternyata banyak kasus-kasus pelanggaran HAM yang kemudian mencuat ke permukaan. Di samping pembunuhan sewenang-wenang, juga terjadi kemerosotan disiplin dan moral di tubuh pasukan elit KST. Kritik tajam mulai berdatangan dan pers menuding Westerling telah menggunakan metode Gestapo (Geheime Staatspolizei), polisi rahasia Jerman yang terkenal kekejamannya semasa Hitler, dan hal-hal ini membuat para petinggi tentara Belanda menjadi gerah.
Walaupun Jenderal Spoor sendiri sangat menyenangi Westerling, namun untuk menghindari pengusutan lebih lanjut serta kemungkinan tuntutan ke pangadilan militer, Spoor memilih untuk menon-aktifkan Westerling. Pada 16 November 1948, setelah duasetengah tahun memimpin pasukan khusus Depot Speciaale Troepen (DST) kemudian KST, Westerling diberhentikan dari jabatannya dan juga dari dinas kemiliteran. Penggantinya sebagai komandan KST adalah Letnan Kolonel KNIL W.C.A. van Beek. Setelah pemecatan atas dirinya, Westerling menikahi pacarnya dan menjadi pengusaha di Pacet, Jawa Barat.
Pada bulan November 1949, dinas rahasia militer Belanda menerima laporan, bahwa Westerling telah mendirikan organisasi rahasia yang mempunyai pengikut sekitar 500.000 orang. Laporan yang diterima Inspektur Polisi Belanda J.M. Verburgh pada 8 Desember 1949 menyebutkan bahwa nama organisasi bentukan Westerling adalah “Ratu Adil Persatuan Indonesia” (RAPI) dan memiliki satuan bersenjata yang dinamakan “Angkatan Perang Ratu Adil” (APRA).
Sekilas Riwayat Hidup Pangeran Hidayatullah
Foto dari halaman pertama buku “De Bandjermasinsche Krijg” van 1859-1863 Karangan W.A. van REES dengan tulisan dibawahnya “De Hoofdopstandeling” (“Kepala Pemberontak”).
Pangeran Hidayatullah diangkat menjadi Sultan Banjar berdasarkan Surat Wasiat Kakek beliau Sultan Adam. Pengangkatan ini dilakukan karena ayah Pangeran Hidayatullah, Sultan Muda Abdurrahman wafat.
Lahir di Martapura pada tahun 1822 M, di-didik secara Islami dipesantren Dalam Pagar Kalampayan ( Didirikan oleh Syekh Muhammad Arsyad Al-banjari, salah seorang tokoh Agama Islam di Nusantara ) sehingga memiliki ilimu kepemimpinan serta keagamaan yang cukup tinggi untuk kemudian dipersiapkan menjadi Sultan.
Sebelum menjadi Sultan sempat menduduki jabatan sebagai Mangkubumi kesultanan pada tahun 1855 M. Pada saat itu jabatan Mangkubumi diangkat oleh Kolonial Belanda dengan persetujuan Sultan Adam. Dengan menduduki jabatan tersebut maka Pangeran Hidayatullah bisa lebih memahami & menyelami kondisi Kesultanan maupun rakyat Banjar, serta mengetahui kekuatan dan kelemahan kolonial Belanda (spionase), hal tersebut sangat berguna untuk persiapan perang.
Akibat campur tangan berulang-ulang pihak Belanda dalam pemerintahan Kesultanan, pemaksaan monopoli perdagangan, konsesi-konsesi pertambangan yang sepihak, serta kuatnya misi kaum nasrani ( Zending ) yang masuk kedalam benua banjar dengan dukungan tentara Hindia Belanda, maka mengakibatkan kebencian rakyat yang sangat mendalam. Perselisihan-persilisihan itu telah sangat lama terjadi, semenjak Kesultanan dipimpin oleh Sultan Suriansyah (~ 1600 M). Kebencian yang tak dapat lagi didiamkan, harus di tuntaskan, Sultan dan Rakyat bersatu untuk mengadakan perang Jihad Fisabilillah.
Sebelum dan ketika perang Sultan mengangkat beberapa Panglima perang karena luasnya areal medan pertempuran. Dari sebelah barat, Kesultanan Sambas, Sampit, Sangau, Kotawaringin, Pagatan bahkan jauh ke timur Kesultanan Pasir maupun Kesultanan Kutai dll. Dipersiapkan oleh Pangeran Hidayatullah sebagai areal perang maupun penyokong Perang Banjar.
Beberapa kutipan dari buku-buku karya Hindia Belanda.
“ Hidayat telah merencanakan dan mempersiapkan pemberontakan yang kemudian akan meluas diseluruh kerajaan “.
“ ….. Loera housin telah menerima dari Hidayat batu permata untuk menghasut penduduk daerah itu melawan gubernemen “.
“ ….. Hidayat sebulan yang lalu berada di gunung Batu Tiris telah mengadakan rapat akbar yang dihadiri para kepala “.
“ ….. seorang bernama Doelmatalip di Nagara telah menerima sepucuk surat dari Hidayat guna memanggil rakyat untuk melakukan perang Sabil “. (De Bandjermasinsche Krijg hal 14,20,31 & 71)
Pengangkatan salah satu pimpinan perangnya seperti berikut ;
“ Surat Seruan Pangeran Hidajatoellah ;
Dengan ini saya menganugrahkan kepada seorang rakyat bernama Gamar gelar Tumenggung Cakra Yuda dan dengan ini pula memperkenankan kepadanya melakukan Perang Sabilullah untuk menegakkan kejayaan agama dan ajaran Nabi Muhammad Rasululloh SAW.
Selanjutnya saya memaklumkan, bahwa pengangkatan ini tidak dapat diubah lagi, sehingga dengan demikian Tuan dapat mengadakan musyawarah atau persetujuan dengan Mufti Muhammad Cholid (mufti gubernemen ), Mufti Abdul Jalil, Pangulu Machmud ( pengulu gubernemen Martapura ), Tuan Chalifah Idjra-ie ( bertugas melakukan penyumpahan para saksi di Mahkamah Militer di Martapura ), semua haji yang di Dalam Pagar ( tempat tinggal para ulama ) dan yang ada di mana-mana dan semua kepala didalam perang ini disamping semua penduduk kampung, baik lelaki maupun perempuan, yang masih terikat kepada Al Khaliq dan Rasulnya.
Bilamana ada diantara mereka yang tidak memperhatikan atau ada yang menentang peraturan yang telah saya keluarkan, maka saya memperkenankan kepada Tuan untuk menghukumnya sampai mati dengan jalan dipancung kepalanya dan menghancurkan harta bendanya.
Dalam hal Tuan tidak melaksanakan kemauan saya ini dengan seksama dan tidak memperhatikan semua perintah yang telah saya keluarkan dengan persetujuan orang tua saya , maka Tuan dan seluruh keturunan Tuan selama lamanya akan terkutuk.
Saya memohon semoga Yang Maha Kuasa akan memperkenankan harapan saya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan dari Dayak Dari, Dayak Dusun (Tanah Dusun) dan Dayak Biajau menyerang dan menghancurkan Martapura. Oleh karena yang disebut diatas masih orang kafir (belum Islam) maka akan merupakan suatu kebajikan apabila mereka ikut menghancurkan musuh-musuh Nabi .
Surat ditulis Pangeran Hidajatoellah tanggal 22 Jumadil Awal 1277 / 10 Desember 1860 ditandatanganinya dan juga oleh Pangeran Wira Kusumah (masing-masing cap dan Pangeran Hidajatoellah dengan cap Sulthan).
Surat itu diperlihatkan oleh Gamar kepada Resident ketika ia ditangkap oleh Belanda. (De Bandjarmasinsche Krijg halaman 162 & 163) ”.
Setelah Pengangkatan-pengangkatan dan persiapan-persiapan yang matang maka dikobarkanlah Perang Banjar pada tanggal 28 April 1859 dengan semboyan Beatip Beamal Fisabilillah secara serempak.
Jalannya peperangan terekam dalam beberapa tulisan berikut;
“ Sambil bertandak dan berdoa mereka menerobos sampai 10 langkah dari carre` ( formasi tempur berbentuk persegi empat ); meriam houwitser diisi lagi. “Tembak!!” , kedengaran dari mulut komandan, akan tetapi baik pipa houwitser maupun beberapa bedil macet. Beberapa orang musuh sekarang datang melalui houwitser masuk kedalam carre’: dengan pemimpinnya yang berpakaian kuning di muka sekali. Kopral Smit mendapat tusukan tombak pada saat akan memasang lagi isian bedil; van Halderen mendapat dua sabetan klewang yang mematikan pada saat akan memasang lagi pipa yang baru. Pistol kepunyaan van der Heijden juga macet, ketika ia akan menembak kepala penyerbu itu. Kepala yang gagah berani ini telah menerjangnya dan akan menekankan ujung tombak ke dadanya. Koch segera melompat, menangkis dengan pedang tusukan itu, akan tetapi ia sendiri terpanggang tusukan tombak dan keris, dan jatuh tersungkur”. (De Bandjermasinsche Krijg hal. 205)
“ Tentara (Hindia Belanda) telah mempertahankan kehormatan namanya, banyak perwira dan prajurit telah menunjukan keluarbiasaanya, banyak yang mengucurkan darahnya, banyak yang mengorbankan nyawanya.
Celakanya, terlalu sering !
Barisan menjadi tipis, rumah-rumah sakit dan kapal-kapal pengangkut diisi penuh prajurit yang kelelahan karena perang.
Terlalu sering kita ini wajib mengganti pasukan, dan menggantikannya dengan yang baru, yang didatangkan dari Jawa; bahkan demikian seringnya, sehingga kita dalam melukiskan jalannya peperangan segera berhenti memuat semua mutasi !!!”. (De Bandjermasinsche Krijg hal. 395 )
Perang yang tidak berkesudahan, kekalahan yang terus menerus, kematian prajurit maupun pimpinan tentara Hindia Belanda yang tiada henti, sungguh membuat bingung, lelah dan frustasi, sehingga dipersiapkanlah cara-cara yang sangat keji dan licik. Sebuah tipu muslihat yang sangat tidak pantas dipersiapkan untuk memperoleh suatu kemenangan dalam peperangan.
Penipuan itu dimulai dengan ditangkapnya Ratu Siti , Ibunda Sultan Hidayatullah, kemudian Pihak Belanda menulis surat atas nama Ratu Siti kepada Sultan, agar mengunjungi beliau sebelum dihukum gantung oleh Pihak Belanda. Surat tersebut tertera cap Ratu Siti…, padahal semua itu hanya rekayasa & tipuan tanpa pernah Ratu Siti membuat surat tersebut. Ketika bertemu dengan Ibunda Ratu Siti ditangkaplah Sultan Hidayatullah dan diasingkan ke Cianjur. Penangkapannya dilukiskan pihak belanda :
“ Pada tanggal 3 Maret 1862 diberangkatkan ke Pulau Jawa dengan kapal perang ‘Sri Baginda Maharaja Bali’ seorang Raja dalam keadaan sial yang dirasakannya menghujat dalam, menusuk kalbu karena terjerat tipu daya. Seorang Raja yang pantas dikasihani daripada dibenci dan dibalas dendam, karena dia telah terperosok menjadi korban fitnah dan kelicikan yang keji setelah selama tiga tahun menentang kekuasaan kita (Hindia Belanda) dengan perang yang berkat kewibawaanya berlangsung gigih, tegar dan dahsyat mengerikan. Dialah Mangkubumi Kesultanan Banjarmasin yang oleh rakyat dalam keadaan huru-hara dinobatkan menjadi Raja Kesultanan yang sekarang telah dihapuskan (oleh kerajaan Hindia Belanda), bahkan dia sendiri dinyatakan sebagai seorang buronan dengan harga f 1000,- diatas kepalanya.
Hanya karena keberanian, keuletan angkatan darat dan laut (Hindia Belanda) dia berhasil dipojokan dan terpaksa tunduk.
Itulah dia yang namanya :
Pangeran Hidajat Oellah
Anak resmi Sultan muda Abdul Rachman dst, dst, dst….. “.
( Buku Expedities tegen de versteking van Pangeran Antasarie, gelegen aan de Montallatrivier. Karya J.M.C.E. Le Rutte halaman 10).
Dengan penangkapan Sultan ini maka berakhirlah peperangan besar yang terjadi, peperangan yang terjadi berikutnya dilukiskan oleh tentara Hindia Belanda sebagai pemberontakan-pemberontakan kecil.
“Dengan Hidayat, pengganti sah dari Sultan Adam, rakyat yang memberontak itu kehilangan tonggak penunjangnya; dengan Hidayat, pemimpin Agama, para pemimpin agama kehilangan senjata yang paling ampuh untuk menghasut rakyat; oleh kepergian Hidayat, hilanglah semua khayalan untuk memulihkan kembali kebesaran dan kekuasaan Kerajaan Banjar, dengan kepergian Hidayat maka pemberontakan memasuki tahap terakhir” (De Bandjermasinsche krijg hal. 280)
“Dengan Hidayat hilanglah semua khayalan, hasrat suci yang berlebihan, pendorong semangat dan penyebab dari perang ini”(De Bandjermasinsche Krijg hal.
Pemberontak Tuareg Deklarasikan Kemerdekaan Azawad di Utara Mali
Pemberontak Tuareg dari Gerakan Nasional Mali untuk Pembebasan Azawad (MNLA) pada hari Jumat ini (6/4) menyatakan "independensi Azawad," sebuah daerah di utara negara itu, menurut pernyataan yang dimuat di website kelompok mereka.
"Atas nama rakyat Azawadi yang bebas dan setelah berkonsultasi dengan komite eksekutif, dewan revolusioner, dewan pertimbangan, kantor provinsi, kepala staf Tentara Pembebasan Nasional ... kami telah memutuskan untuk mendeklarasikan kemerdekaan Azawad, pada hari ini," kata pernyataan itu.
Pernyataan itu juga menyebutkan "pengakuan" dan "rasa hormat" untuk perbatasan negara tetangga serta komitmen MNLA untuk keterlibatan penuh dalam piagam PBB.
Para pemberontak berjanji untuk memulihkan keamanan dan mulai membangun lembaga negara yang akan mengarah ke sebuah konstitusi demokratis untuk sebuah negara Azawad yang independen.
MNLA juga menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mengakui negara Azawad tanpa penundaan.
Gerakan ini mengatakan akan terus mengelola urusan Azawad sampai penunjukan tokoh nasional.
MNLA ini dibentuk pada Oktober 2011 ketika pemberontak Tuareg lokal bergabung dengan rekan-rekan mereka yang berada di Libya setelah jatuhnya rezim Muammar Gaddafi.
MNLA menolak laporan bahwa pemberontak sebagian besar berjuang untuk Gaddafi.
"Kami mengkonfirmasi dan menggarisbawahi bahwa kombatan yang kembali dari Libya, berjuang dengan pasukan NTC (Dewan Transisi Nasional) lebih dari yang mereka lakukan dengan pasukan Gaddafi," kata kelompok itu di situsnya.
Pemerintah Mali sendiri menuduh MNLA memiliki hubungan dengan al-Qaidah di Maghreb Islam karena kerjasama Tuareg dengan gerakan Ansar Dine, sebuah kelompok pejuang Islam.
Rabu, 14 Maret 2012
Kisah Pohon Apel (Orang Tua Kita)
Suatu masa dahulu, terdapat sebatang pohon apel yang amat besar. Seorang kanak-kanak lelaki begitu gemar bermain-main di sekitar pohon apel ini setiap hari. Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakan apel sepuas-puas hatinya, dan adakalanya dia beristirahat lalu terlelap di perdu pohon apel tersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangi tempat permainannya. Pohon apel itu juga menyukai anak tersebut.
Masa berlalu, anak lelaki itu sudah besar dan menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain di sekitar pohon apel tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel tersebut dengan wajah yang sedih. “Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu. “Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemar bermain dengan engkau.” jawab remaja itu. “Aku mahukan permainan. Aku perlukan uang untuk membelinya.” tambah remaja itu dengan nada yang sedih. Lalu pohon apel itu berkata, “Kalau begitu, petiklah apel-apel yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkan uang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kau inginkan.”
Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel dipohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih. Masa berlalu, suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa.
Pohon apel itu merasa gembira.”Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu. “Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan uang. Aku ingin membina rumah sebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bolehkah kau menolongku?” Tanya anak itu.
Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong dahan-dahanku yang besar ini dan kau buatlah rumah daripadanya.” Pohon apel itu memberikan cadangan. Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong kesemua dahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudiannya merasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagi setelah itu.
Suatu hari yang panas seorang lelaki datang menemui pohon apel itu. Dia sebenarnya adalah anak lelaki yang pernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telah matang dan dewasa.” Marilah bermain-mainlah di sekitarku, “ajak pohon apel itu.” Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yang suka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Aku mempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, aku tidak mempunyai boat. Bolehkah kau menolongku?” tanya lelaki itu.
“Aku tidak mempunyai boat untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untuk dijadikan boat. Kau akan dapat belayar dengan gembira,” kata pohon apel itu. Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batang pohon apel itu. Dia kemudiannya pergi dari situ dengan gembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu. Namun begitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakin dimamah usia, datang menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apel itu.
“Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untuk diberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buahku untuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangku untuk kau buat boat. Aku hanya ada tunggul dengan akar yang hampir mati…” kata pohon apel itu dengan nada pilu.
“Aku tidak mau apelmu kerana aku sudah tiada bergigi untuk memakannya, aku tidak mau dahanmu kerana aku sudah tua untuk memotongnya, aku tidak mahu batang pohonmu kerana aku berupaya untuk belayar lagi, aku merasa lelah dan ingin istirahat,” jawab lelaki tua itu.
“Jika begitu, istirahatlah di perduku,””kata pohon apel itu.Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu pohon apel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangis kegembiraan.
Tersebut. Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan di dalam cerita itu adalah kedua-dua ibu bapak kita. Bila kita masih muda, kita suka bermain dengan mereka. Ketika kita meningkat remaja, kita perlukan bantuan mereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita didalam kesusahan. Namun begitu, mereka tetap menolong kita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dan gembira dalam hidup. Anda mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikap kejam terhadap pohon apel itu. Tetapi fikirkanlah, itu hakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kini melayan ibu bapak mereka. Hargailah jasa ibu bapak kepada kita. Jangan hanya kita menghargai mereka semasa menyambut hari ibu dan hari bapak setiap tahun.
Langganan:
Postingan (Atom)